INDIKATOR PENGUKURAN POTENSI WILAYAH DAN DAERAH DI INDONESIA
Oleh:
NP. Nurhakim Ramdani Fauzian
NWP. Karen Betsy Linelejan
NWP. Anita Rhofiga
A.
PENGERTIAN
INDIKATOR
Indikator
adalah ukuran yang digunakan untuk membandingkan perubahan keadaan, atau
kemajuan atau memantau hasil dari suatu kegiatan, proyek, atau program dalam
rentang waktu tertentu. Indikator diperoleh dari hasil pengumpulan data yang
sengaja dirancang dengan menggunakan instrumen dan merupakan target dari output
kegiatan evaluasi dan monitoring.
Jenis-jenis Indikator
- Indikator biasanya merupakan ukuran kuantitatif (quantitative measures), yakni dalam bentuk prosentase, angka (rate) atau ratio.Indikator kualitatif (Qualitative indicators) dapat dikumpulkan melalui teknik pertanyaan yang memerlukan jawaban persepsi dan penilaian dari responden mengenai suatu masalah. Untuk memperkaya analisis maka indikator kualitatif didampingi dengan indikator kuantitatif yang sengaja dikembangkan untuk mengukur kualitas.
- Indikator global terstandar (Standardised global indicators) adalah indikator yang bersifat umum, seperti Millennium Development Goals (MDGs), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan lainnya. Indikator ini dapat dibandingkan di semua wilayah (nasional atau internasional).
- Indikator lokal merupakan indikator yang dikembangkan hanya untuk mengukur perubahan dalam situasi yang besifat lokal (khas setempat) dengan tujuan setempat. Indikator lokal di lokasi lain mungkin tidak dibutuhkan atau bahkan tidak dapat diperoleh angka indikatornya
- Indikator dampak (impact indicators) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur perubahan jangka panjang yang dikumpulkan secara tahunan guna menganalisa pengaruh, kecenderungan atau perubahan selama beberapa tahun.
- Indikator langsung (Direct indicators) berkaitan secara akurat dengan hasil di setiap jenjang kinerja yang merupakan ukuran langsung dari keluaran proyek/program.
- Indikator tidak langsung atau “proksi” digunakan untuk mengukur perubahan atau hasil dimana pengukuran langsung tidak memungkinkan/layak diperoleh indikatornya. Menggunakan indikator tidak langsung atau “proksi” yang lebih memudahkan evaluator untuk menilai.
Setiap
indikator tentunya harus mempunyai besaran target yang harus dicapai. Patokan nilai
dari suatu indicator (benchmark) merupakan suatu standar atau titik rujukan
terhadap pencapaian program kerja yang dapat diukur. Suatu indikator selama
periode waktu tertentu dibandingkan dan diukur dan biasanya diuraikan menurut
wilayah dan target tertentu.
Demikian
hal nya dengan menilai potensi wilayah tentu perlu tolak ukur dan alat ukur
yang sesuai dengan kaidah keilmuan dan dapat dipertanggungmjawabkan secara
ilmiah agar didapat analisis yang tepat untuk mengembangkannya.
B.
INDIKATOR
YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR POTENSI WILAYAH DAN DAERAH DI INDONESIA
1.
Indikator
Geografis
Menurut
Prof. Bintarto (1981) : Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala
di permukaan bumi, baik yang bersifat fisik maupun yang menyangkut kehidupan
makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, kelingkungan,
dan regional untuk kepentingan program, proses, dan keberhasilan pembangunan.
Sedangkan
hasil seminar dan lokakarya di Semarang (1988) : Geografi adalah ilmu yang
mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang
kewilayahan dan kelingkungan dalam konteks keruangan.
Indikator
geografis diperlukan untuk mengukur potensi sumber daya alam secara spesifik
termasuk juga gejala-gejala alam yang terjadi di bumi yang tentunya akan
mempengaruhi tersedianya sumber daya tersebut.
Indikator
potensi geografis antara terdiri dari :
- Topografi, studi tentang bentuk permukaan bumi
- Klimatologi, ilmu tentang atmosfer gambaran dan penjelasan sifat dan iklim serta kaitan iklim dan manusia
- Geologi, planet bumi termasuk keterbentukan dan sejarahnya mengingat unsur utama pembentukan bumi adalah batuan maka objek utama geologi juga tentang batuan
- Hidrologi, pergerakan, distribusi dan kualitas air di bumi
2.
Indeks
Pembangunan Indonesia (IPM)
Seperti
diketahui salah satu aspek potensi daerah adalah sumber daya manusia. Untuk
mengukur kuantitas dapat dilakukan dengan penghitungan manual yang dilakukan
Badan Pusat Statistik sedangkan untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia,
indikator operasionalnya antara lain pengetahuan, ketrampilan, kompetensi, etos
kerja/sosial, pendapatan/produktivitas, kesehatan dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM/HDI).
Program
Pembangunan PBB (UNDP, United Nations Development Program) yang fokus pada
aspek-aspek “pembangunan manusia” (human development) membuat klasifikasi yang
mencakup variabel-variabel nonekonomi seperti usia harapan hidup, tingkat
kematian bayi, dan capaian pendidikan, di samping variabel-variabel pokok
ekonomi seperti angka pendapatan per kapita. Maka disusunlah indeks baru yang
disebut Indeks Pembangunan Manusia (HDI, Human Developmen Index). IPM ini
mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu daerah/negara dalam tiga dimensi
dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan suatu standar
hidup yang layak. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian
pendidikan dan pendapatan per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas
daya beli. IPM adalah suatu ringkasan dan bukan ukuran komprehensif dari
pembangunan manusia.
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur
pencapaian rata-rata suatu negara/daerah dalam tiga hal mendasar pembangunan
manusia, yaitu : lama hidup yang diukur dengan angka harapan hidup ketika
lahir; pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka
melek hurup penduduk usia 15 tahun ke atas; dan standar hidupnya diukur dengan
pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli (PPP, Purchasing
power parity) dari mata uang domestik di masing-masing negara guna lebih
mencerminkan besar kecilnya biaya hidup dan juga untuk menyesuaikan dengan
fakta menyusutnya utilitas marjinal pendapatan di atas tingkat pendapatan
dunia. Nilai indeks berkisar antara 0 – 1 di mana 0 (prestasi pembangunan
manusia terendah) dan satu (kinerja pembangunan manusia tertinggi) (Todaro,
1998).
IPM
dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal sebagai berikut (TKPK, 2007; Basri,
Faisal dan Haris Munandar, 2009) :
- Untuk mengalihkan fokus perhatian para pengambil keputusan, media, dan organisasi non pemerintah dari penggunaan statistik ekonomi biasa, agar lebih menekankan pada pencapaian manusia. IPM diciptakan untuk menegaskan bahwa manusia dan segenap kemampuannya seharusnya menjadi kriteria utama untuk menilai pembangunan sebuah negara/daerah, bukannya pertumbuhan ekonomi.
- Untuk mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan suatu daerah/negara : bagaimana dua daerah/negara yang pendapatan per kapita sama dapat memiliki IPM yang berbeda. Contohnya : tingkat pendapatan per kapita antara Cina (US$ 370) dan Indonesia (US$ 610), namun harapan hidup dan angka melek huruf antara keduanya sangat berbeda, sehingga Cina memperoleh nilai IPM yang lebih tinggi (0,644) daripada Indonesia (0,586) (laporan UNDP 1994). Laporan UNDP tahun 1999, Indonesia berada di urutan 107 (tahun 1997 urutan 77) dari 174 negara di dunia termasuk kelompok menengah dalam melaksanakan pembangunan manusia. Singapura urutan 22, Brunei Darussalam 25, dan Filipina di 77, termasuk kelompok pembangunan manusia tinggi. Tahun 2007 peringkat Indonesia belum beranjak, IPM Indonesia 0,728 (peringkat 107) dan Cina 0,777 (peringkat 81).
- Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, di antara provinsi--provinsi, di antara gender, kesukuan dan kelompok sosial-ekonomi lainnya. Dengan memperlihatkan disparitas atau kesenjangan di antara kelompok-kelompok tersebut, maka akan lahir debat dan diskusi di berbagai negara untuk mencari sumber masalah dan solusinya.
3.
Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB
adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unti usaha dalam
wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Sumber-sumber
utama pendapatan daerah secara umum dapat dilihat pada data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang dapat dirinci ke masing-masing sektor dan
subsekstor. Dengan demikian, akan diketahui potensi, produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari PDRB sektoral. Jadi, bisa dikatakan PDRB
dapat menggambarkan potensi daerah dalam dua aspek yaitu aspek ekonomi juga
termasuk sumber daya alam dilihat dari produksinya. Untuk menentukan nilai PDRB
suatu daerah yaitu :
- Sekor pertanian
- Sektor pertambangan dan penggalian
- Sektor industri pengolahan
- Sektor Konstruksi (Bangunan)
- Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
- Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
- Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
- Jasa-jasa
Dari
PRDB pula dapat dihitung pendapatan per kapita suatu daerah. Pendapatan per
kapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah
tersebut untuk tahun yang sama. Angka yang digunakan semestinya adalah total
pendapatan regional dibagi jumlah penduduk. Akan tetapi, angka ini seringkali
tidak diperoleh sehingga diganti total PDRB atas harga dasar dibagi dengan
jumlah penduduk. Angka pendapatan per kapita dapat dinyatakan dalam harga
berlaku maupun dalam harga konstan tergantung pada kebutuhan. Selanjutnya,
pendapatan per kapita dapat digunakan untuk berbagai analisis salah satunya
digunakan untuk mengukur Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seperti yang telah
diuraikan di atas.
Penghitungan
PDRB di Indonesia telah dilakukan secara terus-menerus setiap tahunnya oleh
Badan Pusat Statistik baik skala lokal maupun nasional. Dengan demikian PDRB
menjadi salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur
potensi di Indonesia.
4.
Indikator
Sosial Budaya
Keberadaan
potensi suatu wilayah tidak lepas dari pengaruh kehidupan sosial budaya. Sosial
budaya dapat disebut sebagai salah satu indikator untuk mengukur potensi
wilayah daerah di Indonesia karena memenuhi kriteria seperti spesifik dan dapat
diukur. Penting untuk menganalisis potensi wilayah melalui indikator
social budaya mengingat keberagaman yang telah tercermin
dari semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Pada
hakekatnya pengukuran indikator sosial budaya tidak berdiri sendiri melainkan
terkait erat dengan kegiatan lainnya, yaitu aspek ekonomi dan kelembagaan.
Seringkali sulit untuk menemukan indikator yang sederhana dan hanya mengukur
satu aspek saja karena keberhasilan pengembangan suatu kawasan sangat
ditentukan oleh kinerja sektoral dan
berbagai pelaku utama pembangunan (stakeholders) seperti Pemerintah, Swasta dan
Masyarakat sendiri.
Dalam
penyusunan indikator ini perlu digunakan prinsip 'parsimony' yang artinya
semakin sedikit indikator yang digunakan semakin baik, untuk itu harus dipilih
indikator-indikator yang paling efisien. Suatu kawasan andalan mungkin terdiri
dari dua wilayah otonom atau lebih maka
pemilihan indikator bersifat umum dapat digunakan pada semua kelompok penduduk tanpa dibedakan.
Ada
banyak indikator sosial budaya yang dapat digunakan untuk mengukur
kesejahteraan masyarakat suatu wilayah, tetapi dalam pedoman kelayakan sosial
budaya umumnya digunakan beberapa indikator yang dianggap dapat menggambarkan
kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Kelompok indikator sektoral tersebut
meliputi :
- Kependudukan
- Pendidikan
- Ketenagakerjaan
- Kesehatan
- Perumahan
- Lingkungan
- Sosial
- Budaya
5.
Indikator
Keamanan
Jaminan
keamanan merupakan ukuran suatu daerah dapat dikatakan berpotensi atau tidak.
Suatu daerah yang mempunyai potensi dan dapat mengelola umumnya memiliki hasil
produksi dan pendapatan tinggi sehingga dapat tercipta situasi kehidupan
bermasyarakat yang kondusif. Sebaliknya tanpa adanya keamanan potensi yang ada
tentunya akan sulit untuk dikembangkan.
Keamanan wilayah dapat dilihat dari beberapa macam
subindikator seperti :
- Konflik SARA, baik itu konflik antar kelompok,konflik antar etnis,maupun konflik yang berbau agama.
- Perkelahian : kasus perkelahian,kasus perkelahian yang menimbulkan korban jiwa, dan kasus perkelahian yang menibulkan luka parah.
- Pencurian dan Perampokan : Kasus pencurian / perampokan, Kasus pencurian/prampokan dengan kekerasan.
- Perjudian : Kasus Perjudian
- Kasus Narkoba : Jumlah kasus narkoba yang pelakunya penduduk setempat, Jumlah penduduk yang menjadi korban narkoba
- Prostitusi: Kasus Prostitusi
- Pembunuhan : Jumlah kasus pembunuhan, Jumlah kasus pembunuhan dengan korban penduduk setempat,
- Kejahatan Seksual : Jumlah kasus perkosaan, Jumlah kasus perkosaan pada anak, Jumlah kasus kehamilan diluar nikah
- Kasus kekerasan dalam rumah tangga : kekerasan terhadap istri, kekerasan terhadap suami, kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap anggota keluarga lain.
- Penculikan : jumlah kasus penculikan
- Partisipasi masyarakat dalam keamanan : jumlah pos siskamling, jumlah aparat keamanan/ hansip, jumlah sarana alat-alat keamanan.
C.
SUMBER
Adisasmita, Rahardjo, 2008,
“Pengembangan Wilayah : Konsep dan Teori”, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Djakapermana,
Ruchyat Deni, 2009, “Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Sistem”, IPB
Press, Bogor.
INDIKATOR PENGUKURAN POTENSI WILAYAH DAN DAERAH DI INDONESIA