Jumat, 28 Juni 2013

INDIKATOR PENGUKURAN POTENSI WILAYAH DAN DAERAH DI INDONESIA



INDIKATOR PENGUKURAN POTENSI WILAYAH DAN DAERAH DI INDONESIA 

Oleh:
NP. Nurhakim Ramdani Fauzian
NWP. Karen Betsy Linelejan
NWP. Anita Rhofiga

 A.   PENGERTIAN INDIKATOR
Indikator adalah ukuran yang digunakan untuk membandingkan perubahan keadaan, atau kemajuan atau memantau hasil dari suatu kegiatan, proyek, atau program dalam rentang waktu tertentu. Indikator diperoleh dari hasil pengumpulan data yang sengaja dirancang dengan menggunakan instrumen dan merupakan target dari output kegiatan evaluasi dan monitoring. 
Jenis-jenis Indikator
  1. Indikator biasanya merupakan ukuran kuantitatif (quantitative measures), yakni dalam bentuk prosentase, angka (rate) atau ratio.Indikator kualitatif (Qualitative indicators) dapat dikumpulkan melalui teknik pertanyaan yang memerlukan jawaban persepsi dan penilaian dari responden mengenai suatu masalah. Untuk memperkaya analisis maka indikator kualitatif didampingi dengan indikator kuantitatif yang sengaja dikembangkan untuk mengukur kualitas.
  2. Indikator global terstandar (Standardised global indicators) adalah indikator yang bersifat umum, seperti Millennium Development Goals (MDGs), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan lainnya. Indikator ini dapat dibandingkan di semua wilayah (nasional atau internasional).
  3. Indikator lokal merupakan indikator yang dikembangkan hanya untuk mengukur perubahan dalam situasi yang besifat lokal (khas setempat) dengan tujuan setempat. Indikator lokal di lokasi lain mungkin tidak dibutuhkan atau bahkan tidak dapat diperoleh angka indikatornya
  4. Indikator dampak (impact indicators) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur perubahan jangka panjang yang dikumpulkan secara tahunan guna menganalisa pengaruh, kecenderungan atau perubahan selama beberapa tahun.
  5. Indikator langsung (Direct indicators) berkaitan secara akurat dengan hasil di setiap jenjang kinerja yang merupakan ukuran langsung dari keluaran proyek/program.
  6. Indikator tidak langsung atau “proksi” digunakan untuk mengukur perubahan atau hasil dimana pengukuran langsung tidak memungkinkan/layak diperoleh indikatornya. Menggunakan indikator tidak langsung atau “proksi” yang lebih memudahkan evaluator untuk menilai.

Setiap indikator tentunya harus mempunyai besaran target yang harus dicapai. Patokan nilai dari suatu indicator (benchmark) merupakan suatu standar atau titik rujukan terhadap pencapaian program kerja yang dapat diukur. Suatu indikator selama periode waktu tertentu dibandingkan dan diukur dan biasanya diuraikan menurut wilayah dan target tertentu.
Demikian hal nya dengan menilai potensi wilayah tentu perlu tolak ukur dan alat ukur yang sesuai dengan kaidah keilmuan dan dapat dipertanggungmjawabkan secara ilmiah agar didapat analisis yang tepat untuk mengembangkannya.


 B.   INDIKATOR YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR POTENSI WILAYAH DAN DAERAH DI INDONESIA
 1.    Indikator Geografis
Menurut Prof. Bintarto (1981) : Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di permukaan bumi, baik yang bersifat fisik maupun yang menyangkut kehidupan makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, kelingkungan, dan regional untuk kepentingan program, proses, dan keberhasilan pembangunan.
Sedangkan hasil seminar dan lokakarya di Semarang (1988) : Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan dan kelingkungan dalam konteks keruangan.
Indikator geografis diperlukan untuk mengukur potensi sumber daya alam secara spesifik termasuk juga gejala-gejala alam yang terjadi di bumi yang tentunya akan mempengaruhi tersedianya sumber daya tersebut.
Indikator potensi geografis antara terdiri dari :
  • Topografi, studi tentang bentuk permukaan bumi
  • Klimatologi, ilmu tentang atmosfer gambaran dan penjelasan sifat dan iklim serta kaitan iklim dan manusia
  • Geologi, planet bumi termasuk keterbentukan dan sejarahnya mengingat unsur utama pembentukan bumi adalah batuan maka objek utama geologi juga tentang batuan
  • Hidrologi, pergerakan, distribusi dan kualitas air di bumi


 2.    Indeks Pembangunan Indonesia (IPM)
Seperti diketahui salah satu aspek potensi daerah adalah sumber daya manusia. Untuk mengukur kuantitas dapat dilakukan dengan penghitungan manual yang dilakukan Badan Pusat Statistik sedangkan untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia, indikator operasionalnya antara lain pengetahuan, ketrampilan, kompetensi, etos kerja/sosial, pendapatan/produktivitas, kesehatan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM/HDI).
Program Pembangunan PBB (UNDP, United Nations Development Program) yang fokus pada aspek-aspek “pembangunan manusia” (human development) membuat klasifikasi yang mencakup variabel-variabel nonekonomi seperti usia harapan hidup, tingkat kematian bayi, dan capaian pendidikan, di samping variabel-variabel pokok ekonomi seperti angka pendapatan per kapita. Maka disusunlah indeks baru yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (HDI, Human Developmen Index). IPM ini mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu daerah/negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan suatu standar hidup yang layak. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pendapatan per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. IPM adalah suatu ringkasan dan bukan ukuran komprehensif dari pembangunan manusia.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara/daerah dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu : lama hidup yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir; pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek hurup penduduk usia 15 tahun ke atas; dan standar hidupnya diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli (PPP, Purchasing power parity) dari mata uang domestik di masing-masing negara guna lebih mencerminkan besar kecilnya biaya hidup dan juga untuk menyesuaikan dengan fakta menyusutnya utilitas marjinal pendapatan di atas tingkat pendapatan dunia. Nilai indeks berkisar antara 0 – 1 di mana 0 (prestasi pembangunan manusia terendah) dan satu (kinerja pembangunan manusia tertinggi) (Todaro, 1998).
IPM dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal sebagai berikut (TKPK, 2007; Basri, Faisal dan Haris Munandar, 2009) :
  • Untuk mengalihkan fokus perhatian para pengambil keputusan, media, dan organisasi non pemerintah dari penggunaan statistik ekonomi biasa, agar lebih menekankan pada pencapaian manusia. IPM diciptakan untuk menegaskan bahwa manusia dan segenap kemampuannya seharusnya menjadi kriteria utama untuk menilai pembangunan sebuah negara/daerah, bukannya pertumbuhan ekonomi.
  • Untuk mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan suatu daerah/negara : bagaimana dua daerah/negara yang pendapatan per kapita sama dapat memiliki IPM yang berbeda. Contohnya : tingkat pendapatan per kapita antara Cina (US$ 370) dan Indonesia (US$ 610), namun harapan hidup dan angka melek huruf antara keduanya sangat berbeda, sehingga Cina memperoleh nilai IPM yang lebih tinggi (0,644) daripada Indonesia (0,586) (laporan UNDP 1994). Laporan UNDP tahun 1999, Indonesia berada di urutan 107 (tahun 1997 urutan 77) dari 174 negara di dunia termasuk kelompok menengah dalam melaksanakan pembangunan manusia. Singapura urutan 22, Brunei Darussalam 25, dan Filipina di 77, termasuk kelompok pembangunan manusia tinggi. Tahun 2007 peringkat Indonesia belum beranjak, IPM Indonesia 0,728 (peringkat 107)  dan Cina 0,777 (peringkat 81).
  • Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, di antara provinsi--provinsi, di antara gender, kesukuan dan kelompok sosial-ekonomi lainnya. Dengan memperlihatkan disparitas atau kesenjangan di antara kelompok-kelompok tersebut, maka akan lahir debat dan diskusi di berbagai negara untuk mencari sumber masalah dan solusinya.


 3.    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unti usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Sumber-sumber utama pendapatan daerah secara umum dapat dilihat pada data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dapat dirinci ke masing-masing sektor dan subsekstor. Dengan demikian, akan diketahui potensi, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari PDRB sektoral. Jadi, bisa dikatakan PDRB dapat menggambarkan potensi daerah dalam dua aspek yaitu aspek ekonomi juga termasuk sumber daya alam dilihat dari produksinya. Untuk menentukan nilai PDRB suatu daerah yaitu :
  • Sekor pertanian
  • Sektor pertambangan dan penggalian
  • Sektor industri pengolahan
  • Sektor Konstruksi (Bangunan)
  • Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
  • Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
  • Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
  • Jasa-jasa

Dari PRDB pula dapat dihitung pendapatan per kapita suatu daerah. Pendapatan per kapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka yang digunakan semestinya adalah total pendapatan regional dibagi jumlah penduduk. Akan tetapi, angka ini seringkali tidak diperoleh sehingga diganti total PDRB atas harga dasar dibagi dengan jumlah penduduk. Angka pendapatan per kapita dapat dinyatakan dalam harga berlaku maupun dalam harga konstan tergantung pada kebutuhan. Selanjutnya, pendapatan per kapita dapat digunakan untuk berbagai analisis salah satunya digunakan untuk mengukur Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seperti yang telah diuraikan di atas.
Penghitungan PDRB di Indonesia telah dilakukan secara terus-menerus setiap tahunnya oleh Badan Pusat Statistik baik skala lokal maupun nasional. Dengan demikian PDRB menjadi salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur potensi di Indonesia.

 4.    Indikator Sosial Budaya
Keberadaan potensi suatu wilayah tidak lepas dari pengaruh kehidupan sosial budaya. Sosial budaya dapat disebut sebagai salah satu indikator untuk mengukur potensi wilayah daerah di Indonesia karena memenuhi kriteria seperti spesifik dan dapat diukur. Penting untuk menganalisis potensi wilayah melalui indikator social  budaya   mengingat keberagaman yang telah tercermin dari semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Pada hakekatnya pengukuran indikator sosial budaya tidak berdiri sendiri melainkan terkait erat dengan kegiatan lainnya, yaitu aspek ekonomi dan kelembagaan. Seringkali sulit untuk menemukan indikator yang sederhana dan hanya mengukur satu aspek saja karena keberhasilan pengembangan suatu kawasan sangat ditentukan oleh kinerja  sektoral dan berbagai pelaku utama pembangunan (stakeholders) seperti Pemerintah, Swasta dan Masyarakat sendiri.
Dalam penyusunan indikator ini perlu digunakan prinsip 'parsimony' yang artinya semakin sedikit indikator yang digunakan semakin baik, untuk itu harus dipilih indikator-indikator yang paling efisien. Suatu kawasan andalan mungkin terdiri dari dua wilayah otonom atau  lebih maka pemilihan indikator bersifat umum dapat digunakan pada semua kelompok  penduduk tanpa dibedakan.
Ada banyak indikator sosial budaya yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat suatu wilayah, tetapi dalam pedoman kelayakan sosial budaya umumnya digunakan beberapa indikator yang dianggap dapat menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Kelompok indikator sektoral tersebut meliputi :
  • Kependudukan
  • Pendidikan
  • Ketenagakerjaan
  • Kesehatan
  • Perumahan
  • Lingkungan
  • Sosial
  • Budaya


 5.    Indikator Keamanan
Jaminan keamanan merupakan ukuran suatu daerah dapat dikatakan berpotensi atau tidak. Suatu daerah yang mempunyai potensi dan dapat mengelola umumnya memiliki hasil produksi dan pendapatan tinggi sehingga dapat tercipta situasi kehidupan bermasyarakat yang kondusif. Sebaliknya tanpa adanya keamanan potensi yang ada tentunya akan sulit untuk dikembangkan.
Keamanan  wilayah dapat dilihat dari beberapa macam subindikator seperti :
  • Konflik SARA, baik itu konflik antar kelompok,konflik antar etnis,maupun konflik yang berbau agama.
  • Perkelahian : kasus perkelahian,kasus perkelahian yang menimbulkan korban jiwa, dan kasus perkelahian yang menibulkan luka parah.
  • Pencurian dan Perampokan : Kasus pencurian / perampokan, Kasus pencurian/prampokan dengan kekerasan.
  • Perjudian : Kasus Perjudian
  • Kasus Narkoba : Jumlah kasus narkoba yang pelakunya penduduk setempat, Jumlah penduduk yang menjadi korban narkoba
  • Prostitusi: Kasus Prostitusi
  • Pembunuhan : Jumlah kasus pembunuhan, Jumlah kasus pembunuhan dengan korban penduduk setempat,
  • Kejahatan Seksual : Jumlah kasus perkosaan, Jumlah kasus perkosaan pada anak, Jumlah kasus kehamilan diluar nikah
  • Kasus kekerasan dalam rumah tangga : kekerasan terhadap istri, kekerasan terhadap suami, kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap anggota keluarga lain.
  • Penculikan : jumlah kasus penculikan
  • Partisipasi masyarakat dalam keamanan : jumlah pos siskamling, jumlah aparat keamanan/ hansip, jumlah sarana alat-alat keamanan.


 C.   SUMBER
Adisasmita, Rahardjo, 2008, “Pengembangan Wilayah : Konsep dan Teori”, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Djakapermana, Ruchyat Deni, 2009, “Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Sistem”, IPB Press, Bogor.


1 komentar: