Selasa, 29 Oktober 2013

UPAYA MENEKAN KRISIS AIR DI NTT DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI SEA WATER REVERSE OSMOSIS (SWRO)

Air merupakan sumber daya utama yang sangat diperlukan dalam kehidupan dan bagi penghidupan, setiap makhluk hidup di muka bumi ini sangat membutuhkan air dalam rangka untuk melangsungkan kehidupannya. Sumber daya air yang ada di muka bumi harus mampu dikelola dengan baik dan benar agar tidak terjadi krisis air nantinya karena persediaan air akan semakin berkurang sedangkan jumlah penduduk akan terus bertambah sehingga penggunaan air juga semakin meningkat.  Oleh sebab itu perlu adanya kesadaran masyarakat dalam mengelola, menjaga dan melestarikan sumber daya air.
Jika kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari, manusia sangatlah dekat dengan penggunaan air, misalnya memasak, mencuci, minum, berkebun dan lain sebagainya. Dari hasil riset yang dilakukan oleh pakar kesehatan bahwasanya manusia memerlukan  ± delapan liter air perhari untuk menunjang kesehataannya, hal ini secara tersirat telah menggambarkan bahwasanya air sangatlah diperlukan dalam kehidupan manusia bahkan semua mahluk dimuka bumi ini. Oleh karena itu, hal tersebut  perlu diperhatikan dengan baik dan dikelola serta dimanfaatkaan secara efektif dan harus dapat dilestarikaan.  Khususnya di negara Indonesia yang sumber daya airnya melipah namun tidak tersebar luas dan merata karena faktor geografis dan lain sebagainya.
Secara Nasional, ketersediaan air di Indonesia mencapai 694 milyar meter kubik per tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat dimanfaatkan, namun faktanya saat ini baru sekitar 23% yang sudah termanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sekitar 20 persen yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku rumah tangga, kota dan industri, 80% lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi. (Hartoyo, 2010).
Potensi di atas sayangnya tidak tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia, salah satu faktor penyebabnya dikarenakan kondisi geografis yang berbeda dari masing-masing wilayah tersebut. Contoh kongkritnya dapat kita lihat di wilayah Nusa Tenggara Timur yang memiliki iklim yang kering dan curah hujan yang relatif rendah, juga waktu hujan yang pendek berkisar sekitar tiga sampai empat bulan pada bulan Desember hingga April, hal ini berdampak pada ketersediaan air di Provinsi NTT relatif rendah.
Masalah ini merupakan masalah yang cukup besar dan akan berdampak sistemik bagi kehidupan masyarakat NTT  apabila tidak diperhatikan dengan baik dan tidak segera mencari solusi yang tepat.
Kondisi NTT saat ini yang bisa dibilang krisis akan air bersih, harusnya memotivasi kita untuk berhemat  air dan mengelola sumber daya air dengan baik, sebagaimana tertera pada UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menjelaskan bahwa  yang dimaksud dengan Pengelolaan Sumber Daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Landasan yuridis ini seolah mengajak kita untuk tidak hanya menggunakan air dengan baik, akan tetapi pengunaannya dan pemanfaatannya harus juga direncanakan serta perlu kita pantau dan kita evaluasi penggunaan sumber daya air yang ada agar tidak tercemar dan dapat kita gunakaan secara berkelanjutan. Jika kita kembali melihat kondisi riil di NTT yang sulit akan air bersih maka kita akan bertanya apakah di NTT benar-benar tidak ada sumber daya air sama sekali atau ada tapi belum dimanfaatkan dengan baik? Tentu jawabannya adalah sumber daya airnya ada tapi belum dimanfaatkan dan dimungkinkan belum dikelola dengan baik.
Jika dilihat dari kondisi geografis NTT yang pada umumnya dikelilingi oleh laut, NTT memiliki potensi sumber daya air laut yang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pasokan air bersih dan air minum untuk masyarakat sekitar.  Sejalan dengan permasalahan ini, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum sudah melakukan langkah untuk memanfaatkan potensi tersebut dengan menyulap (baca: Desalinasi) air asin menjadi air tawar, melalui penerapan Teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO).  
Teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) merupakan sebuah teknologi pengolahan air asin yang dianggap paling efektif dalam melakukan desalinasi skala besar. Prinsip kerja teknologi ini adalah dengan mendesak/menekan air laut melewati membran-membran semipermeabel untuk menyaring kandungan garam dalam air, yang mana teknologi ini akan merubah molekul air asin menjadi air tawar yang telah hilang kadar garamnya sehingga dapat dikonsumsi secara langsung setelah mengalami peroses penyulingan pada mesin teknologi SWRO ini.
Adapun teknologi ini telah banyak digunakan di beberapa negara  seperti Arab, Jepang, Amerika Serikat, Israel, Inggris, Trinidad, Cyprus, Jerman dan beberapa negara lainnya. Teknologi ini banyak dipakai untuk memasok kebutuhan air tawar bagi wilayah-wilayah tepi pantai yang langka sumber air tawarnya. Di Indonesia sendiri, teknologi ini sudah banyak diterapkan baik oleh Pemerintah seperti Kementerian PU  itu sendiri, maupun pihak swasta seperti PT. Pembangunan Jaya Ancol dalam mensuplai kebutuhan air untuk berbagai wahana rekreasi seperti Wahana Atlantis Ancol.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, penerapan Teknologi SWRO di Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah ada, namun kondisi riil saat ini menunjukan bahwa penerapan teknologi SWRO ini belum optimal, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya krisis air bersih di beberapa wilayah di NTT.
Dari penjelasan Wakil Menteri PU Hermanto Dardak, Teknologi SWRO yang diterapkan oleh Kementerian PU mampu mengolah air 1 liter per detik, sehingga jika diakumulasikan selama satu hari penuh (24 jam) dapat menghasilkan air kurang lebih sebanyak 74.000 liter, namun ternyata kapasitas kapal Tirta Nusa Samudera yang merupakan Kapal Tangki pengolah air laut menjadi air bersih hanya mampu menampung 30.000 liter air per harinya. Hal ini berarti kita minus 44.000 liter air dari kemampuan mesin air yang seharusnya dapat menghasilkan 74.000 liter air perhari.
Menurut hemat kami, hal ini sungguh tidak efektif karena kemampuan mesin dalam mengolah air belum seimbang dengan daya tampung tangki air yang tersedia. Sehingga akan lebih bijak jika ada penambahan tangki penampung air untuk air yang sudah didesalinasi.
Dari beberapa gambaran di atas perlu adanya optimalisasi penerapan teknologi SWRO ini agar hasilnya efisien dan efektif dalam mengurangi krisis air yang ada di NTT. Sebagai bentuk optimalisasi penerapan teknologi SWRO ini ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan.
Pertama, memetakan wilayah mana saja yang mengalami krisis air, sehingga ada gambaran jumlah kebutuhan operasional yang diperlukan khususnya Kapal Tirta Nusa Samudera untuk dikerahkan ke wilayah-wilayah tersebut.
 Kedua, menerapkan prinsip manajemen Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), yaitu dengan melibatkan masyarakat setempat dalam mengelola sumber daya air melalui Teknologi Sea Water Reverse Osmosis ini. Sehingga muncul rasa tanggung jawab dari masyarakat untuk senantiasa merawat dan memanfaatkan teknologi ini dengan baik. Pelibatan masyarakat harus disertai pemberian keterampilan dan pengetahuan tentang Teknologi Sea Water Reverse Osmosis melalui kursus maupun pelatihan secara perorangan maupun kelompok dari masyarakat setempat.
Ketiga, menambah jumlah tangki penampung air sesuai dengan kemampuan produksi air dari mesin Reverse Osmosis ini. Agar air hasil desalinasi dapat tertampung secara maksimal dan mesin juga bekerja secara optimal.
Keempat, agar distribusi air merata ke seluruh wilayah maka perlu ada penambahan jumlah kapal tangki pengangkut air sesuai dengan jumlah wilayah yang mengalami krisis air bersih. Selain itu, setiap wilayah yang mengalami krisis air minimal harus mempunyai tangki penampungan air sendiri sebagai wadah penyimpanan cadangan air sebelum disalurkan kepada masyarakat.
Kelima, melihat persediaan yang terbatas jumlahnya maka perlu adanya penghematan air yaitu dengan membatasi penggunaan air di lingkungan masyarakat.
Keenam, hal yang terpenting dari semua sistem yang telah dibentuk adalah perlu adanya komitmen dan konsistensi dari seluruh pihak baik itu Pemerintah, masyarakat maupun stakeholder lainnya dalam menjaga, memelihara, merencanakan, mengembangkan dengan baik dan memantau serta mengevaluasi penerapan teknologi tersebut.
Dari setiap masalah niscaya akan ada jalan keluar selama kita mau berjuang keluarnya untuk keluar dari masalah tersebut. Begitu pun dengan kondisi NTT saat ini merupakan sebuah masalah yang tidak mungkin tidak ada jalan keluarnya. Kami yakin jika teknologi ini dapat dikelola dan diterapkan dengan baik, maka krisis air bersih di beberapa wilayah di NTT dapat diatasi, minimal dengan terpenuhinya kebutuhan air minum dan air bersih untuk seluruh penduduk di wilayah tresebut.

“we can if we think we can”

Nurhakim Ramdani Fauzian
nurhakim.praja@gmail.com



Selasa, 08 Oktober 2013

Sedikit tentang Perjuangan dan Kesempatan Menjadi Praja IPDN

2005
Corps drum band Gita Abdi Praja (GAP) dari IPDN tampil di kota saya. Saat itu pertama kali saya melihat Praja IPDN. Langkah tegap, sikap tegas dan disiplin namun ramah. Itulah kesan pertama yang saya lihat. Saat itu saya masih kelas VII SMP, tapi setelah melihat penampilan GAP, saya mulai mempunyai mimpi untuk menjadi Praja IPDN.

Drum Corps Gita Abdi Praja IPDN


2009
Ada undangan ke SMA saya dari IPDN. Undangan untuk mengirim satu perwakilannya mengikuti kegiatan seminar dan latihan kepemimpinan Ikatan Pengurus OSIS Jawa Barat (IPO Jabar) di Kampus IPDN Jatinangor. Saya ditunjuk oleh sekolah untuk mewakili. Waktu itu saya benar-benar senang dan bangga. Saya akan merasakan tinggal di ksatriaan IPDN untuk beberapa hari, ksatriaan impian saya.
Pertama kali masuk ke kampus IPDN, saya takjub. Luar biasa sekali rasanya melihat dan bisa masuk ke dalamnya. Kakak-kakak berseragam pakaian dinas harian (PDH) menyambut saya. Disiplin, tegas tapi sangat ramah. Dalam hati saya berdoa “Ya Allah, ridhoi saya menjadi bagian dari mereka, ridhoi saya suatu saat untuk bisa seperti mereka..”
Merasakan tinggal di kampus IPDN dan mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diadakan merupakan salah satu momen paling luar biasa dalam hidup saya. Menjelajahi kampus dan mengenal keseharian kehidupan praja. Tekad semakin menguat untuk menjadi Praja IPDN. Setiap ada kesempatan untuk shalat di Masjid Darul Maarif IPDN, selalu saya selipkan doa dan harapan saya, “Ya Allah, izinkan saya menjadi bagian dari keluarga besar IPDN, ridhoi saya untuk tinggal dan kuliah disini sebagai praja, saya mohon dengan sangat..”
Sepulang dari acara di IPDN saya mengedit salah satu foto kakak praja yang saat itu menjadi panitia, saya ganti wajahnya dengan wajah saya (bukan bermaksud negatif, hanya sebagai motivsi bagi saya sendiri). Saya simpan foto tersebut di laptop saya sambil bertekad dalam hati, tahun depan, saya harus bisa berfoto dengan PDH saya sendiri, tidak lagi mengganti wajah orang lain dengan wajah saya.
Ketika teman saya melihat foto tersebut, dia berkata “Kamu ngedit foto orang sembarangan, izin ngga sama kakaknya? Kalo kamu cuma pengen pake PDH Praja, gampang! Bikin aja bajunya ke tukang jahit, pake deh itu baju, selesai kan? Tapi bukan itu masalahnya, berhak ngga kamu pake PDH itu? Yang harus kamu perjuangin bukan bajunya, tapi hak buat bisa pake baju itu. Yah masalah foto, ngga apa-apa sih kalo buat motivasi diri, asal jangan disalahgunakan aja, ngga usah dipublikasi. Nanti kalo kamu resmi jadi praja, temuin kakak yang kamu edit fotonya, laporan, kamu udah resmi jadi praja. Bilang makasih karena dia udah jadi motivasi kamu juga.”
Setelah perbincangan itu, tekad saya semakin menguat untuk jadi praja, saya simpan baik-baik foto tadi, dan saya berjanji pada diri sendiri, saya harus bisa menemui kakak yang saya edit fotonya dengan menggunakan PDH saya sendiri untuk berterima kasih.

Ikatan Pengurus OSIS (IPO) Jawa Barat 2009

Ikatan Pengurus OSIS (IPO) Jawa Barat 2009


2010
Tahun ini saya lulus SMA, saatnya berjuang mewujudkan mimpi saya untuk menjadi Praja IPDN. Saya utarakan niat saya kepada kedua orang tua saya, meminta izin dan doa untuk perjuangan saya. Setiap berangkat ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk mengurus persyaratan seleksi, selalu saya meminta doa dulu dari orang tua saya. Bismillah.. perjuangan dimulai..  Ridhoi ikhtiar saya ya Rabb, mudahkan dan lancarkan semuanya, beri hasil terbaik, aamiin..

Pengukuhan Muda Praja IPDN angkatan XXI, Tahun 2010 


Pengukuhan Muda Praja IPDN angkatan XXI, Tahun 2010 


2013
Hari ini, 8 Oktober 2013, saya duduk di depan laptop saya, menulis tulisan ini seusai kuliah. Empat hari lagi tepat tiga tahun saya resmi menjadi Praja IPDN. Ya, 12 Oktober 2010 saya resmi dilantik menjadi Muda Praja IPDN di lapangan parade Kampus IPDN Jatinangor, bersama rekan-rekan lain dari Sabang sampai Merauke. Nikmat dan amanah luar biasa yang Allah berikan kepada saya. Impian dan cita-cita saya sejak SMP dikabulkan. Hari ini, saya tidak lagi harus mengedit foto untuk bisa mempunyai foto berpakaian PDH, PDH itu sedang saya kenakan, dengan nama saya sendiri tertulis pada papan nama di dada kanan. Saya sudah berhak menggunakan PDH ini secara resmi, begitu juga dengan pakaian dinas lainnya, pakaian dinas upacara (PDU), pakaian dinas lapangan (PDL), pakaian dinas pesiar (PDP) dan training olahraga.
Bintang pada dek yang ada di pundak saya sudah lengkap, tiga bintang. Saya sudah Wasana Praja, tingkat akhir, satu tahun lagi sebagai Praja IPDN. Masa Muda Praja, Madya Praja dan Nindya Praja sudah saya lalui. Tahun depan insya Allah sudah menjadi Purna Praja. Ditempatkan untuk menjalani pendidikan di Kampus Jatinangor lalu dipindahkan lagi ke Kampus IPDN Regional Sulawesi Selatan dan akhirnya sekarang di Kampus IPDN Cilandak, semua sudah saya jalani.
Saat ini saya sedang memulai persiapan untuk menyusun skripsi untuk meraih gelar sarjana saya, Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.IP.)

Muda Praja


Madya Praja

Madya Praja

Nindya Praja


Wasana Praja


Dan tentang kakak yang saya edit fotonya, sudah saya temui tiga tahun lalu, sudah saya jabat tangannya, dan sudah saya ucapkan terima kasih sambil memperkenalkan diri. Saat itu saya sudah bisa menggunakan PDH saya sendiri.


Apa yang saya tulis disini, sama sekali tidak ada maksud untuk menyombongkan diri. Hanya berbagi pengalaman yang saya harap bisa memotivasi. Perjuangan untuk meraih impian itu tidak mudah. Butuh perjuangan dan doa.
Ada teman saya, lulusan tahun 2008, dua kali gagal mengikuti seleksi IPDN, sampai akhirnya benar-benar berserah diri pada Allah untuk seleksi yang ketiga kalinya tahun 2010, akan tetap bersyukur apapun hasil akhirnya. Teman saya yang lain, lulusan 2009, sudah lolos sampai seleksi tahap akhir, pantukhir, namun saat akan mengikuti pantukhir, ayahnya berpulang, akhirnya dia mengundurkan diri saat itu demi ayahnya dan keluarganya. Pada tahun 2010 dia kembali mengikuti seleksi, demi pembuktian diri, demi almarhum ayahnya.
Saat ini, kedua teman saya itu sedang memakai PDH, dengan nama mereka tertulis pada papan nama di dada kanannya, tiga bintang pada deknya, sama seperti saya.
Teman saya yang lain, lulusan 2011, mencoba mengikuti seleksi IPDN, namun gagal, lalu memaki-maki dan menjelek-jelekkan nama IPDN di beberapa media sosial. Tahun 2012 ikut lagi dan gagal lagi. Lalu kembali bersikap negatif terhadap lembaga. Saat ini dia berkuliah di universitas lain.

Menjadi Praja IPDN itu tergantung pada kehendak Yang Diatas. Sekeras apapun kita mencoba, sebanyak apapun kita berdoa, kalau memang bukan jalan dan rezekinya, ya tidak akan bisa, meskipun dipaksakan. Jika gagal pada kesempatan pertama, tetap bersyukur atas pengalaman tersebut, tetap berdoa dan coba lagi pada kesempatan berikutnya. Jika berhasil, jangan takabur, jangan berpuas diri, ada tanggung jawab dan amanah yang jauh lebih besar yang harus dijalani. Lalu jika memang tidak ada rezeki di IPDN? Tetap bersyukur, kejar kesuksesan di jalan yang Allah berikan.

IPDN bukan segalanya, bukan penentu kesuksesan. IPDN hanya menjamin untuk bekerja setelah selesai pendidikan, tapi tidak menjamin kesuksesan. Karena kesuksesan ditentukan oleh diri sendiri. Siapapun, dari manapun, semua bisa sukses. Asal mau berusaha, berjuang, berdoa, bersyukur, dan terus percaya. Dan tentu saja, sukses itu karena ada ridho dan doa dari orang tua.

Wasana Praja Wisma Nusantara 12 Atas


Minggu, 15 September 2013

Selayang Pandang Kampus IPDN Regional Sulawesi Selatan

Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) mempunyai satu kampus pusat di Jatinangor, satu kampus prodi S-1 di Cilandak Jakarta Selatan dan tujuh kampus regional daerah yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia, yaitu di Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Papua. 

Dalam kesempatan ini saya akan membahas selayang pandang tentang Kampus IPDN Regional Sulawesi Selatan yang diresmikan pada tanggal 8 April 2013 (cek berita disini). IPDN Regional Sulsel beralamat di Desa Kampili, Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.IPDN Regional Sulsel sebenarnya sudah ada sejak tahun 2010 namun pada saat itu masih menggunakan Wisma Latobang dan Wisma Cendrawasih di daerah Makassar karena kampus Kampili masih dalam proses pembangunan.

IPDN Regional Sulsel dipimpin oleh seorang direktur kampus yaitu Drs. H. Dahyar Daraba, M. Si. Selain itu IPDN Kampus Sulsel mempunyai civitas akademika yang terdiri dari staf tata usaha, dosen, pengasuh dan staf kampus lainnya. untuk berita terbaru mengenai IPDN Kampus Sulsel dapat dilihat pada website www.sulsel.ipdn.ac.id 

Galeri Foto Kampus IPDN Regional Sulawesi Selatan

Tampak depan bangunan kampus










Gedung Direktorat






Balairung 





Bangunan Kelas




Wisma Nusantara




Sarana Ibadah




Posko Pelayanan Nusantara


Ruang Makan Menza Nusantara



Poliklinik


Kantin


Perumahan Dosen



Halaman dan Lapangan








Photo by : Humas Praja IPDN Sulsel

Minggu, 21 Juli 2013

Sekilas Regionalisasi

Regionalisasi.
Selalu menjadi kata menakutkan bagi orang-orang bermental tipis dan menjadi kata yang ditunggu-tunggu bagi yang bermental baja. Orang bermental tipis selalu takut menghadapi regionalisasi, menganggap kampus regional mimpi buruk. Takut keluar dari zona nyaman dan segala kemegahan kampus Jatinangor. Tapi orang bermental baja selalu menungu pengumuman regional, siap apapun keputusan yang diterima, tetap di Jatinangor atau berangkat ke regional , untuk membuktikan kelayakan mental menjadi Praja IPDN.

Izinkan saya bercerita dan beropini tentang regionalisasi..

Beberapa hari sebelum regionalisasi, digelar malam keakraban. Saling mendoakan agar ditugaskan ke kampus pilihannya. Saling berjanji akan terus menjaga silaturahmi setelah berbeda kampus. Berusaha semakin mengakrabkan diri dengan keluarga satu angkatan sebelum berpisah selama lebih dari dua tahun.







          Hari pengumuman. Bermacam-macam ekspresi saya lihat di wajah keluarga satu angkatan saya. Stres, cemas, sedih, antusias, tegang, segala ekspresi tumpah di gedung Balairung Rudini, tapi semua masih terus mencoba tersenyum dan tertawa berusaha santai mengurangi ketegangan.
Lalu, mulailah satu persatu nama untuk tiap kampus disebutkan.
Suasana berubah drastis. Tangis Wanita Praja pecah. Praja putra mencoba menenangkan, tidak sedikit juga yang sambil menahan air mata. Semua nyaris kalap. Yang namanya disebutkan untuk pergi ke kampus regional mencoba tersenyum dan menenangkan temannya yang histeris karena tidak mau berpisah.
1500 orang anak manusia dari Sabang sampai Merauke histeris. Tidak ingin berpisah. Merinding setiap saya mengingat momen itu. Terlihat sifat dasar manusia, saling mengasihi dan saling membutuhkan, ingin terus bersama. Malam itu terakhir kali angkatan kami lengkap berkumpul sebelum nanti pada saat menjelang wisuda, keesokan harinya, rombongan pertama akan berangkat ke kampus regional.
Saya tidak mau munafik, saya juga dulu ingin tetap di kampus Jatinangor. Nyaris semua Praja juga mengharapkan yang sama, tapi Tuhan punya rencana lain untuk saya. Nama saya masuk ke dalam daftar Praja yang akan diberangkatkan ke Kampus IPDN Sulsel bersama ratusan orang lainnya, dua hari sejak pengumuman saya akan berangkat.
Berpamitan adalah bagian terberat dari regionalisasi. Kepada keluarga di rumah, minta izin dan doa untuk pergi ke pulau sebrang dan kepada keluarga besar angkatan saya di Jatinangor. Satu persatu rekan dan kakak angkatan saya salami sambil berpamitan.
Akhirnya momen emosional itu berakhir untuk sementara, menyisakan banyak mata sembab yang siap kembali menangis saat pemberangkatan.
Pemberangkatan regional kembali menjadi momen yang sangat emosional. Melihat satu persatu saudara satu angkatan saya mengepak semua barang-barangnya, lalu naik ke bus setelah sebelumnya kembali berpamitan sambil terus mencoba tersenyum. Bus beranjak perlahan, semua yang ada di dalam bus melambaikan tangan sambil menyerukan kata perpisahan disertai senyum, mengucap perpisahan pada Lembah Manglayang dan segala isinya. Bus menjauh, menyisakan mata-mata sembab para Wanita Praja yang saling berangkulan, serta Praja putra yang diam mematung. Ternyata begini rasanya ditinggalkan saudara-saudara berangkat regional, tapi malam berikutnya giliran saya yang meninggalkan Jatinangor.
Meninggalkan nyaris sama beratnya dengan ditinggalkan. Keluarga saya di Jatinangor harus saya tinggalkan. Setelah barang masuk mobil, saya turun kembali menghampiri saudara-saudara saya yang mengantar keberangkatan saya.
“hati-hati di jalan lur, jaga diri, kasih kabar kalau sudah sampai..”
”akaaaang.. jangan pergi atuh, nanti yang dengerin neng cerita siapa.. yang beliin neng coklat sambil bantuin ngerjain tugas siapa..”
“akang cepet pulang ya, nanti cuti harus ikut kumpul, jangan sombong kalo udah disana, inget disini banyak yang nungguin akang balik lagi ke Nangor”
“akang.. jangan makan coto terus disana, nanti gendut!”
“sukses terus lur, selamat berjuang, nanti setelah Wasana semua kembali berkumpul lengkap, sukses!”
Masih banyak lagi ucapan-ucapan perpisahan dan doa yang saya dengar. Tidak sedikit yang memberi barang kenang-kenangan untuk dibawa. Berat memang rasanya. Tapi akhirnya tiba saatnya saya masuk ke dalam bus yang akan membawa saya ke bandara untuk selanjutnya terbang ke Sulawesi Selatan. Bus beranjak perlahan, saya melambaikan tangan pada saudara-saudara saya yang berdiri di samping jalan, sampai akhirnya melewati gerbang PKD dan masuk ke jalan raya. Selamat tinggal Jatinangor, sampai bertemu beberapa tahun lagi..

















Satu bulan pertama di kampus regional adalah masa-masa adaptasi. Mulai berkenalan dengan kakak-kakak angkatan XIX dan XX yang sudah lebih dulu berangkat ke kampus regional. Masih banyak rindu suasana Jatinangor, masih selalu membanding-bandingkan antara kampus regional dengan kampus Jatinangor. Kadang masih ada yang marah kenapa harus berangkat ke regional. Awan mendung belum pergi dari angkatan kami. Tapi semua memang butuh waktu. Pelan-pelan kami mulai menikmati suasana di kampus baru kami. Semua mulai kembali berjalan normal tanpa terlalu banyak keluhan akibat regionalisasi.
Kampus pusat Jatinangor dengan kampus-kampus regional berbeda? Jelas. Itu sudah pasti. Setiap kampus memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tapi pada dasarnya semua sama saja, tidak ada yang berbeda. Hanya saja di Jatinangor memang pusat dari segala kegiatan dan acara besar IPDN seperti Pelantikan Muda Praja serta Wisudan dan Pengukuhan Pamong Praja Muda. Itu saja yang membedakan menurut saya, selebihnya sama saja.
Apa yang harus ditakuti dari kampus regional? Semua unit kegiatan nyaris sama, sistem pendidikan sama pengajaran-pelatihan-pengasuhan, yudisium dilaksanakan bersamaan di seluruh kampus, kegiatan di kampus sama saja. Lalu kenapa regionalisasi selalu dianggap mimpi buruk?
Hanya karena tidak bisa menghadiri Pelantikan Muda Praja adik angkatan dan Pengukuhan Pamong Praja Muda kakak angkatan? Karena fasilitas di kampus regional lebih sederhana? Karena tidak menjadi bagian dari kampus pusat? Takut jauh dari rumah? Bukankah itu resiko? Terlalu naif kalau memang begitu. Think again. Renungkan. Kampus regional sama saja dengan kampus pusat.
Bukankah kita semua sudah menandatangani surat pernyataan yang berisi bahwa kita siap ditempatkan dimana saja dilengkapi tanda tangan bermaterai? Pernyataan tersebut bukan hanya berlaku untuk penempatan kerja, tapi juga penempatan pendidikan.
Banyak keuntungan ketika berangkat ke kampus regional menurut saya. Pertama, kita mempunyai kampus dan rumah kedua selain di Jatinangor, lalu wisma tempat tinggal yang lebih nyaman, satu kamar hanya lima orang tidak seperti di Jatinangor yang satu wisma mencapai lima puluh orang yang dibagi-bagi menjadi sapuluh orang tiap petak. Jauh lebih nyaman menurut saya. Pembelajaran pun lebih efektif karena Praja yang ada tidak terlalu banyak. Dan lagi ketika yang lain di Jatinangor baru bisa definitif sebagai fungsionaris Wahana Wyata Praja (WWP) pada saat Wasana, kita sudah bisa menjadi fungsionaris WWP saat Nindya.Pelaksanaan praktek lapangan pun lebih efektif, semuanya bertahap dari tingkat desa lalu kecamatan dan terakhir instansi pemerintahan tingkat kabupaten.
Salah satu hal yang paling penting yang saya rasakan ketika di kampus regional adalah persaudaran dan kekeluargaan yang sangat erat. Tidak hanya dengan satu angkatan tetapi juga dengan kakak dan adik angkatan. Benar-benar seperti keluarga sendiri. Bukan maksud saya untuk menilai di Jatinangor tidak ada kekeluargaan secara tersirat, tetapi di kampus regional jumlah Praja lebih sedikit sehingga interaksi lebih intens dan memungkinkan semuanya menjadi lebih dekat.
Lalu hal terpenting yang didapatkan dari regional apa? Pengalaman. Ya, tidak semua orang diberi kesempatan untuk merasakan tinggal di kampus regional. Pengalaman dan pembelajaran selama di kampus regional tidak akan bisa tergantikan oleh apapun.
Seberat apapun, sesulit apapun, sebenci apapun pada kampus regional pada awalnya, toh pada akhirnya semua akan jatuh cinta pada kampus sederhana itu.
Mendekati saat-saat kepulangan dari kampus regional, malah semakin terasa berat untuk meninggalkan kampus yang dulu enggan untuk dihuni. Melihat wisma, kelas, lapang upacara, jogging track, kantin, gerbang depan, semua hal disini. Semuanya membuat rindu bahkan sebelum ditinggalkan. Cuti yang dulu ditunggu-tunggu dan berharap dipercepat kedatangannya agar bisa segera pulang ke rumah meninggalkan kampus regional malah jadi diharapkan untuk diperlambat. Kepulangan kembali ke kampus Jatinangor yang dulu selalu diidam-idamkan menjadi tidak begitu menarik ketika tertimbun perasaan berat meninggalkan kampus regional.
Mendadak semua hal menjadi begitu indah. Semua elemen akan dirindukan sepulangnya dari kampus regional. Panasnya matahari. Makanan menza dan kantin. Tempat pesiar. Tempat jaga posko beserta para nyamuk. Dan tentu saja para dosen, pengasuh dan pegawai yang sudah banyak memberikan pelajaran hidup selama disana. Entah kapan bisa kembali ke kampus tersebut, entah akankah Tuhan memberi kesempatan untuk kembali atau tidak. Dulu,ketika berangkat dari Jatinangor, bisa dipastikan bahwa semua akan kembali kesana. Tapi ketika harus meninggalkan kampus regional, tidak ada jaminan bahwa akan ada kesempatan kedua untuk kembali. Berkeliling kampus, melihat semua hal disana, mematri ingatan baik-baik di dalam otak tentang semuanya lalu mengucapkan selamat tinggal pada semuanya, tanpa bisa berjanji akan kembali.



Pada akhirnya, akan terasa berat untuk meninggalkan kampus regional, jauh lebih berat daripada ketika dulu berangkat kesana meninggalkan Jatinangor..