Selasa, 29 Oktober 2013

UPAYA MENEKAN KRISIS AIR DI NTT DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI SEA WATER REVERSE OSMOSIS (SWRO)

Air merupakan sumber daya utama yang sangat diperlukan dalam kehidupan dan bagi penghidupan, setiap makhluk hidup di muka bumi ini sangat membutuhkan air dalam rangka untuk melangsungkan kehidupannya. Sumber daya air yang ada di muka bumi harus mampu dikelola dengan baik dan benar agar tidak terjadi krisis air nantinya karena persediaan air akan semakin berkurang sedangkan jumlah penduduk akan terus bertambah sehingga penggunaan air juga semakin meningkat.  Oleh sebab itu perlu adanya kesadaran masyarakat dalam mengelola, menjaga dan melestarikan sumber daya air.
Jika kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari, manusia sangatlah dekat dengan penggunaan air, misalnya memasak, mencuci, minum, berkebun dan lain sebagainya. Dari hasil riset yang dilakukan oleh pakar kesehatan bahwasanya manusia memerlukan  ± delapan liter air perhari untuk menunjang kesehataannya, hal ini secara tersirat telah menggambarkan bahwasanya air sangatlah diperlukan dalam kehidupan manusia bahkan semua mahluk dimuka bumi ini. Oleh karena itu, hal tersebut  perlu diperhatikan dengan baik dan dikelola serta dimanfaatkaan secara efektif dan harus dapat dilestarikaan.  Khususnya di negara Indonesia yang sumber daya airnya melipah namun tidak tersebar luas dan merata karena faktor geografis dan lain sebagainya.
Secara Nasional, ketersediaan air di Indonesia mencapai 694 milyar meter kubik per tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat dimanfaatkan, namun faktanya saat ini baru sekitar 23% yang sudah termanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sekitar 20 persen yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku rumah tangga, kota dan industri, 80% lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi. (Hartoyo, 2010).
Potensi di atas sayangnya tidak tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia, salah satu faktor penyebabnya dikarenakan kondisi geografis yang berbeda dari masing-masing wilayah tersebut. Contoh kongkritnya dapat kita lihat di wilayah Nusa Tenggara Timur yang memiliki iklim yang kering dan curah hujan yang relatif rendah, juga waktu hujan yang pendek berkisar sekitar tiga sampai empat bulan pada bulan Desember hingga April, hal ini berdampak pada ketersediaan air di Provinsi NTT relatif rendah.
Masalah ini merupakan masalah yang cukup besar dan akan berdampak sistemik bagi kehidupan masyarakat NTT  apabila tidak diperhatikan dengan baik dan tidak segera mencari solusi yang tepat.
Kondisi NTT saat ini yang bisa dibilang krisis akan air bersih, harusnya memotivasi kita untuk berhemat  air dan mengelola sumber daya air dengan baik, sebagaimana tertera pada UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menjelaskan bahwa  yang dimaksud dengan Pengelolaan Sumber Daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Landasan yuridis ini seolah mengajak kita untuk tidak hanya menggunakan air dengan baik, akan tetapi pengunaannya dan pemanfaatannya harus juga direncanakan serta perlu kita pantau dan kita evaluasi penggunaan sumber daya air yang ada agar tidak tercemar dan dapat kita gunakaan secara berkelanjutan. Jika kita kembali melihat kondisi riil di NTT yang sulit akan air bersih maka kita akan bertanya apakah di NTT benar-benar tidak ada sumber daya air sama sekali atau ada tapi belum dimanfaatkan dengan baik? Tentu jawabannya adalah sumber daya airnya ada tapi belum dimanfaatkan dan dimungkinkan belum dikelola dengan baik.
Jika dilihat dari kondisi geografis NTT yang pada umumnya dikelilingi oleh laut, NTT memiliki potensi sumber daya air laut yang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pasokan air bersih dan air minum untuk masyarakat sekitar.  Sejalan dengan permasalahan ini, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum sudah melakukan langkah untuk memanfaatkan potensi tersebut dengan menyulap (baca: Desalinasi) air asin menjadi air tawar, melalui penerapan Teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO).  
Teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) merupakan sebuah teknologi pengolahan air asin yang dianggap paling efektif dalam melakukan desalinasi skala besar. Prinsip kerja teknologi ini adalah dengan mendesak/menekan air laut melewati membran-membran semipermeabel untuk menyaring kandungan garam dalam air, yang mana teknologi ini akan merubah molekul air asin menjadi air tawar yang telah hilang kadar garamnya sehingga dapat dikonsumsi secara langsung setelah mengalami peroses penyulingan pada mesin teknologi SWRO ini.
Adapun teknologi ini telah banyak digunakan di beberapa negara  seperti Arab, Jepang, Amerika Serikat, Israel, Inggris, Trinidad, Cyprus, Jerman dan beberapa negara lainnya. Teknologi ini banyak dipakai untuk memasok kebutuhan air tawar bagi wilayah-wilayah tepi pantai yang langka sumber air tawarnya. Di Indonesia sendiri, teknologi ini sudah banyak diterapkan baik oleh Pemerintah seperti Kementerian PU  itu sendiri, maupun pihak swasta seperti PT. Pembangunan Jaya Ancol dalam mensuplai kebutuhan air untuk berbagai wahana rekreasi seperti Wahana Atlantis Ancol.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, penerapan Teknologi SWRO di Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah ada, namun kondisi riil saat ini menunjukan bahwa penerapan teknologi SWRO ini belum optimal, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya krisis air bersih di beberapa wilayah di NTT.
Dari penjelasan Wakil Menteri PU Hermanto Dardak, Teknologi SWRO yang diterapkan oleh Kementerian PU mampu mengolah air 1 liter per detik, sehingga jika diakumulasikan selama satu hari penuh (24 jam) dapat menghasilkan air kurang lebih sebanyak 74.000 liter, namun ternyata kapasitas kapal Tirta Nusa Samudera yang merupakan Kapal Tangki pengolah air laut menjadi air bersih hanya mampu menampung 30.000 liter air per harinya. Hal ini berarti kita minus 44.000 liter air dari kemampuan mesin air yang seharusnya dapat menghasilkan 74.000 liter air perhari.
Menurut hemat kami, hal ini sungguh tidak efektif karena kemampuan mesin dalam mengolah air belum seimbang dengan daya tampung tangki air yang tersedia. Sehingga akan lebih bijak jika ada penambahan tangki penampung air untuk air yang sudah didesalinasi.
Dari beberapa gambaran di atas perlu adanya optimalisasi penerapan teknologi SWRO ini agar hasilnya efisien dan efektif dalam mengurangi krisis air yang ada di NTT. Sebagai bentuk optimalisasi penerapan teknologi SWRO ini ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan.
Pertama, memetakan wilayah mana saja yang mengalami krisis air, sehingga ada gambaran jumlah kebutuhan operasional yang diperlukan khususnya Kapal Tirta Nusa Samudera untuk dikerahkan ke wilayah-wilayah tersebut.
 Kedua, menerapkan prinsip manajemen Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), yaitu dengan melibatkan masyarakat setempat dalam mengelola sumber daya air melalui Teknologi Sea Water Reverse Osmosis ini. Sehingga muncul rasa tanggung jawab dari masyarakat untuk senantiasa merawat dan memanfaatkan teknologi ini dengan baik. Pelibatan masyarakat harus disertai pemberian keterampilan dan pengetahuan tentang Teknologi Sea Water Reverse Osmosis melalui kursus maupun pelatihan secara perorangan maupun kelompok dari masyarakat setempat.
Ketiga, menambah jumlah tangki penampung air sesuai dengan kemampuan produksi air dari mesin Reverse Osmosis ini. Agar air hasil desalinasi dapat tertampung secara maksimal dan mesin juga bekerja secara optimal.
Keempat, agar distribusi air merata ke seluruh wilayah maka perlu ada penambahan jumlah kapal tangki pengangkut air sesuai dengan jumlah wilayah yang mengalami krisis air bersih. Selain itu, setiap wilayah yang mengalami krisis air minimal harus mempunyai tangki penampungan air sendiri sebagai wadah penyimpanan cadangan air sebelum disalurkan kepada masyarakat.
Kelima, melihat persediaan yang terbatas jumlahnya maka perlu adanya penghematan air yaitu dengan membatasi penggunaan air di lingkungan masyarakat.
Keenam, hal yang terpenting dari semua sistem yang telah dibentuk adalah perlu adanya komitmen dan konsistensi dari seluruh pihak baik itu Pemerintah, masyarakat maupun stakeholder lainnya dalam menjaga, memelihara, merencanakan, mengembangkan dengan baik dan memantau serta mengevaluasi penerapan teknologi tersebut.
Dari setiap masalah niscaya akan ada jalan keluar selama kita mau berjuang keluarnya untuk keluar dari masalah tersebut. Begitu pun dengan kondisi NTT saat ini merupakan sebuah masalah yang tidak mungkin tidak ada jalan keluarnya. Kami yakin jika teknologi ini dapat dikelola dan diterapkan dengan baik, maka krisis air bersih di beberapa wilayah di NTT dapat diatasi, minimal dengan terpenuhinya kebutuhan air minum dan air bersih untuk seluruh penduduk di wilayah tresebut.

“we can if we think we can”

Nurhakim Ramdani Fauzian
nurhakim.praja@gmail.com



0 komentar:

Posting Komentar